Catatan Lebah Muda

Catatan kecil pemuda di kaki langit

Sabtu, 13 Oktober 2012

Kita Adalah Cinta



Cinta, sajak beku bermakna tak jua temu tafsir sederhana berpadu padan.
Senja adalah gambaran-gambaran sederhana tentang sore.
Senja adalah tafsir dikala merekah bunga-bunga malam berbaur deru burung kembali ke rumah.
Berpulang duka yang jauh dari petualangan alam raya.
Tak jauh dinyana Nampak suram semuram-muramnya muram si penunggu pematang tepi sawah.
Ia tahu bahwa telah pergi cintanya bersama burung-burung yang kembali ke rumah.
Ia percaya, akan kembali esok ria bersama burung-burung kembali ke sawah luas.
Senja tiba, sendu datang, gelap menghampar.
Semua hitam, menghitam dan sehitam kepala kepala yang terbakar terkena meriam.
Cinta adalah teman senja, senja yang suram.
Cinta adalah teman pagi, pagi yang ceria.
Kita tak sedang bersajak tentang cinta dan dunia.
Kitapun tak sedang bersajak tentang cinta dan derita.
Tapi kita bercerita tentang kala senja antara kita dan terang selepas lelap yang pasti.
Kita tak bicara tentang hidup yang mudah.
Kitapun tak sedang bicara mengenai tawa sekarang.
Tapi kita berkisah tentang kita, aku, kamu dan kesederhanaan pagi di ujung matahari yang tersipu malu membuka tabir malam.
Kita adalah kita, aku dan kamu.
Dalam sederhana, mengendap di malam kala terlelap, bermimpi dan bekerja. Sederhana.
Sesederhana lesung yang patah ditempa bunda pagi hari.
Kita adalah aku dan kamu. Kamu dan aku tak ada, tapi kita ada.
Dalam senja, menjemput malam, bersama pagi.
Di tepian pematang yang sama, menunggu burung-burung terbang berlarian.
Cinta adalah senja, malam, dan pagi. Kita adalah cinta.
Dien Iqbal, 14 okt 2012, 12.54 AM


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Sabtu, 06 Oktober 2012

ELEGI KAMIS PAGI



Dunia dalam senyap, tak sunyi. Ramai belikat muram semuram air dalam cekungan bejana.
Lari berlari, kabur berantai. Menggenggam sendu malam riuh redam. Guncang dentum kamis pagi.
Hendak tua tapi tak lekas menua, sibuk mencari peran-peran sama yang sama juga mereka.
Karena tak lagi akan ada yang beda antara peran dan dusta. Semua sama tak terbias.
Kering kerontang menyapu tiap kerongkongan di sudut-sudut jalan, lapar adalah teman mereka.
Jangan Tanya pada siapa atau apa mereka berdiri mencari pengharapan di kamis pagi, di tepi jalan kamis pagi.
Jangan Tanya untuk siapa dan apa mereka bangun dan hidup di kamis pagi, di tepi jalan kamis pagi.
Semua tanda Tanya tak lekas terjawab, senyuman-senyuman rendah itu yang bercerita padaku, padamu, dan mereka yang mengerti sabda alam.
Hendak mereka tahu kepada siapa mereka kan meminta.
Hendak hanya bicara mereka-mereka yang diminta itu. Mereka hanya bicara. Di kamis pagi atau di senin pagi.
Bicaranya hanya bualan, bicaranya hanya retorika. Tapi masih banyak yg lapar dan kerontang. Mereka yang lapar dan kerontang.
Beda senyum kenyang dan kerontang.
Hendak bicara apalagikah? Bicarakah menahan lapar?
Aku pergi di kamis pagi, atau senin pagi, terserah sajalah.
Nyanyian masih sama saja, nyanyian lapar di pinggir jalan.
Lari-lari saja menghilang dalam gelap pekat tak berbekas.
Karena cinta hanya karena kasih ada hidup meski lapar dan kerontang.
Hendak kemana pria klimis berdasi merah itu akan pergi di kamis pagi?
Melihat wanita simpanannya atau menyapa ramah dan memberi sepiring nasi mereka yang lapar di pinggir jalan?
Kamis pagi, kan selalu ada tawa tangis, kenyang dan lapar.
Elegi Kamis Pagi.


                                                                           Dien Iqbal, 10 Oktober 2012, 11.42 AM

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO